7 MALAM YANG HORROR DAN DASTER BAU
Di suatu kota yang makmur, terdapat rumah mewah megah yang dihuni oleh keluarga kaya raya akan tetapi rumah itu hanya dihuni oleh 3 orang saja, yaitu Ibu, Hasan dan seorang pembantu yang bernama Bi Juni. Ayah Hasan telah lama meninggal dunia. Pada awalnya, keadaan di rumah tersebut baik-baik saja, namun akhir-akhir ini Hasan sering mendapati kejadian-kejadian aneh dan menyeramkan di kamarnya hingga ia tidak bisa tidur dan ketakutan.
Pada suatu malam di kamar Hasan terlihat ia sedang terlalu asyik bermain game online hingga larut malam. Tak terasa sudah tengah malam dan Hasan masih berkutik dengan game yang ia mainkan, sampai akhirnya terdengar suara ketukan dari belakang lemari sebanyak 2x, Hasan pun membatin “Hah, apa itu?” tiba-tiba tercium aroma tak sedap dari dalam lemari “Bau ini lagi!” Hasan terkejut. Ternyata sebelumnya ia pernah mencium aroma yang sama sebelumnya. “Bau nya masih sama seperti kemarin” ucap Hasan lagi. Setelah itu bunyi ketukan tersebut lagi-lagi terdengar, kali ini sebanyak 3x tapi lebih kencang daripada yang sebelumnya. Hasan yang mendengar hal tersebut pun semakin ketakutan dan refleks membanting handphone-nya dan langsung berlari ke arah tempat tidurnya dan mendekap selimut sambil berteriak ketakutan “Tidak! Tolong jangan ganggu aku lagi! Aku takut!” Handphone Hasan berbunyi, ia pun berusaha untuk meraihnya dengan mata yang masih tertutup karna ketakutan itu dan suasana kamar masih terasa mencekam hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Setelah Hasan melihat handphone-nya, ternyata salah satu temannya menghubungi Hasan.
Husen: “Bro, kok baru diangkat?”
Hasan: “Salam dulu kek, main ngoceh saja”
Husen: “Eh, iya lupa weh. Maap hehe”
Hasan: “Lagian apa juga nelfon tengah malem begini, kurang kerjaan”
Husen: “Sorry, sorry. Urgent soalnya ini!”
Hasan: “Urgent apaan memang? Buru ngomong”
Husen: “Besok kalo kerumah, bawain golok yakk!!”
Hasan: “Hah, golok!? Buat apaan!?”
Husen: “ Wkwk, bercandaaaa. Tapi beneran”
Hasan: “Hah, bagaimana dah. Yang benerrr”
Husen: “Beneran, bapakku mau pinjam soalnya. Kasih pinjam ajalahh, ntar aku kena marah bapakku” Husen menggerutu
Hasan: “ Dih, yang butuh siapa juga. Lagian buat apaan sih pinjem-pinjem golok segala. Yaudah, besok aku anter ke rumahmu”
Husen: “Nah, gitu dong! Biar besok sekalian main kita. Makasih yak bro!”
Belum sempat Hasan menjawab obrolan terakhir itu, Husen langsung mematikan telfonnya. “hmm, ini bocah kebiasaan” batin Hasan. Ia pun ketiduran tanpa membaca doa sebelum tidur. Pagi harinya, Hasan bangun dan bersiap-siap menuju rumah Husen dengan membawa golok yang dimintanya. Di sepanjang perjalanan orang-orang memperhatikan Hasan yang membawa golok itu, mereka bertanya tanya perihal golok yang ia bawa itu. Sesampainya di rumah Husen, suara ketukan pintu “Assalamu’alaikum” “Wa’alaikumsalam, sapa weh?” jawab Husen, sembari berjalan untuk membukakan pintu. “Oh, Hasan. Masuk lah dulu san. Tumben main ga kabar-kabar dulu? Duduk sini” lanjut Husen. Hasan pun kaget mendengar ucapan Husen yang berkata bahwa Hasan datang tanpa memberinya kabar. Dengan perasaan tidak mengenakan itu, Hasan kemudian duduk di sofa dan tampak kebingungan sambil menyenderkan golok yang ia bawa di dekat sofa itu.
Husen: “Lah, mau apa apa kamu kesini bawa-bawa golok, san. Nakut-nakutin anak orang aja kamu mah” ujar Husen sambil kebingungan.
Hasan: “Loh loh loh, bentar. Kan kamu yang bilang mau minjem golok sen. Makanya ku bawa, karna semalem kamu nelfon, bilang bapakmu mo pinjem golok, tapi kamu ga jelasin tuh pinjem golok buat apaan hmm”
Husen: “Hah, semalem? Orang semalem aku tidur awal juga dan gaada pegang hp sama sekali karna kecapekan”
Hasan: “Ish, kamu dibilangin mah ngeyel. Orang tengah malem itu kamu nelfon aku bilang bapakmu mo pinjem golok. Nih, coba liat” ujar Hasan sambil memperlihatkan histori panggilan telfon mereka semalam.
Husen: “Mana berani aku telfon tengah malam begitu, dimarahin bapakku ntar yang ada. Tapi kok bisa beneran ada history call-nya ya? Aneh banget si ini”
Hasan: “Terus gimana ini? Aku jadi takut sendirian di kamar lagi. Ya allah, masa iya aku digangguin setan mulu”
Husen: “Ya gimana, kamu sendiri ngapain di kamar sampe digangguin mulu begitu? Kamu ga pernah baca doa’ ya kalo di rumah? Ga sholat kali kamu, jadinya kamarmu dihuni sama yang lain juga”
Hasan: “HMM! NGACO! Yakali aku ga sholat, bisa dimarahin Ibuku juga aku”
Husen: “Jadi sholatnya karna takut dimarahin Ibumu doang nih? Tanya Husen agak menyindir.
Hasan: “Ya nggak begitu jugalah. Kan sholat kewajiban, masa iya sholat cuman karna takut doang”
Husen: “Yaudah ntar kalo mau sholat, sholat di masjid tepat waktu. Balik dari masjid langsung baca Al-Qur’an itu di kamar. Biar adem suasana rumahmu kalo di bacain Al-Qur’an terus. Itu makhluk ga jelas juga ga akan betah lagi disitu kalo kamu rajin baca Al-Qur’an”
Hasan: “Nggih, pak ustadz” jawab Hasan dengan sedikit mengejek bercanda.
Husen: “Yee, dikasih tau malah ngeledek, hmm. Ntar gaada yang ngasih tau, bingung lagi kamu”
Hasan: “Hehe, canda doang elah. Gitu saja diambil hati wuu”
Husen: “Yodah, abis itu jangan lupa tiap mau tidur berdoa dulu, gausah kebanyakan begadang juga. Ga baik buat kesehatan”
Hasan: “Iya siap pak ustadz” jawabnya sambil bercanda lagi
Husen: “Yee, serahmu dah”
3 hari setelah kejadian itu, di taman samping rumah Hasan. Udara sejuk dan bunga-bunga bermekaran membuat kupu-kupu berterbangan kesana kemari untuk mencari sari bunganya. Di pojok taman itu terdapat sebuah kursi dengan Hasan yang sedang duduk menikmati suasana indah, tenang dan nyaman di pagi hari itu. Sembari sesekali Hasan memotret bunga-bunga yang bermerkaran, beberapa jam kemudian Hasan mendengarkan suara teriakan Ibunya dari arah dapur. Hasan yang terkejut itu refleks menuju dapur dan memeriksa kondisi Ibunya. Begitu ia datang, Ibunya terlihat ketakutan sambil menutup hidungnya karna bau busuk yang sudah tersebar ke seluruh ruangan.
Ternyata, lemari yang ada di depan Ibu terbuka lebar dengan berisikan tumpukan daster usang yang berlumur darah bahkan terdapat belatung di tumpukan daster itu. Hasan yang tidak tahan melihat hal tersebut langsung menutup kembali lemari dan bertanya kepada Ibu tentang apa yang dilihatnya.
Hasan: “Itu daster siapa kok bisa ada disitu? Kok bisa ada daster berlumuran darah dan banyak belatung gitu di lemari bu?”
Ibu: “Ibu juga gatau, san. Ibu tadi cuman mau ambil gelas minum, pas Ibu lewat lemarinya kebuka sendiri. Ibu pun kaget, akhirnya gelas yang Ibu bawa jatuh dan pecah”
Hasan: “Bi, Juni kemana emang, bu? Masa Bi Juni gatau ada daster sampe bau begini disini. Coba kita tanya Bi Juni dulu, bu”
Ibu: “Iya ya, coba kamu panggilin Bi Juni, san”
Hasan yang sudah berkeliling area rumah pun masih belum menemukan dimana keberadaan Bi Juni. Kemudian ia teringat, saat berada di taman tadi Hasan sempat melihat Bi Juni yang berjalan menuju ke arah belakang rumah. Disana terdapat sebuah pohon beringin besar yang sering didatang orang-orang untuk berdoa’ dan meminta bantuan kepada makhluk tak kasat mata. Mengingat hal tersebut Hasan pun kembali dan mengajak Ibunya untuk menemaninya memeriksa ke pohon beringin tersebut.
Ibu: “San, keknya Bi Juni juga sama kek buyut kamu deh”
Hasan: “Maksudnya, bu?”
Ibu: “Gapapa. Semoga firasat Ibu salah”
Mereka berdua pun menuju ke arah belakang rumah dimana pohon beringin itu berada. Dengan terkejut Ibu dan Hasan melihat Bi Juni sedang melakukan ritual dengan membawa sesajen dan sedang mengucapkan kalimat-kalimat asing sembari sujud beberapa kali menghadap pohon itu. Ibu dan Hasan sontak terkejut melihat apa yang mereka saksikan. Darah ayam segar yang baru saja dipotong, diminum mentah-mentah oleh Bi Juni. Ritual-ritual penyembahan makhluk ghaib itu benar-benar membuat Ibu murka. Ibu langsung memanggil Bi Juni dengan cukup kencang dan penuh amarah. Bi Juni sontak kaget dan meninggalkan tempat itu dan berlari pergi dari rumah. Tanpa sepatah kata apapun, Bi Juni tidak terlihat kembali setelah kejadian itu.
Ibu dan Hasan pun tidak bisa memaafkan kejadian tersebut karna terjadinya banyak hal yang di luar nalar di dalam rumah ternyata ada sangkut patunya dengan perilaku Bi Juni. Keluarga Ibu dan Hasan termasuk keluarga yang taat akan aturan Allah Swt terlebih Ayah Hasan. Dengan pondasi iman yang kuat, yang diajarkan sejak dulu oleh Ayah Hasan membuat Ibu dan Hasan lebih sadar oleh perilaku-perilaku yang menduakan Allah Swt. Lebih memahami bahwasannya tiada Tuhan yang boleh disembah, kecuali Allah Swt. Semua ketakutan akan kurangnya rezeki karna ditinggalkan kepala keluarga, ketakutan tentang ekonomi dan perihal lainnya tidak membuat iman Ibu dan Hasan goyah untuk melakukan tindakan syirik.
Setelah kejadian itu, Ibu dan Hasan mulai lebih rajin lagi untuk sholat tepat waktu, membaca Al-Qur’an dan mempelajari ilmu agama dengan lebih baik. Kehidupan mereka sejak saat itu pun akhirnya membaik, berkat doa dan ikhtiar mereka untuk menuju kebaikan.
-Selesai-
Maa syaa Allaah bagus, sebaiknya Jgn disingkat Swt Allaah Subhanahu wa Ta'ala, semangat menulis ukhtii
BalasHapus